Senin, 17 Maret 2014

Karena Muslimah Adalah Ratu

Sumur Abar - Alkisah, ada seorang prajurit Inggris bertanya pada orang muslim yang baru salat dari masjid. Si prajurit bertanya, “Wanita muslim aneh ya? Kenapa sih mereka tidak boleh saling sentuh dengan pria walaupun cuma jabat tangan? Itu bukan hal yang aneh kan?” Pria muslim balik bertanya, “Coba, sekarang aku yang tanya, kalau kamu yang seorang prajurit Inggris, boleh tidak tiba-tiba jabat tangan atau pegang-pegang ratu Elisabeth, boleh juga tidak aku sentuh-sentuh tangannya?” Prajurit itu dengan lantang menjawab, “Watch your tongue!! Jangan asal ngomong kamu! Ratu itu punya kedudukan tinggi! Mana boleh disentuh oleh pria sembarangan seperti kita. Hanya raja dan keluarga kerajaan yang boleh, walaupun hanya jabat tangan!” Pria muslim kemudian terseyum dan menjawab, “Ya itulah muslimah. Di dalam Islam, agama kami, mereka ibarat seorang ratu. Mereka tidak boleh disentuh kulitnya oleh sembarangan orang kecuali sang raja, yaitu suaminya, dan anggota keluarga saja. Mereka juga punya kedudukan tinggi. Begitulah kami menghargai muslimah.” Prajurit Inggris lalu bertanya lagi, “Terus kenapa aneh begitu, mereka harus berpakaian dengan pakaian yang dibungkus-bungkus? Kan cantiknya berkurang kalau seperti itu!” Pria muslim ini langsung mengeluarkan dua buah permen dari sakunya, ia kemudian membuka bungkusan permen yang satu dan membiarkan permen yang lain masih terbungkus rapi. Pria muslim itu lalu menghempaskannya ke atas tanah seraya berkata, “Sekarang, coba kamu pilih satu permen untuk kamu makan, mana yang kamu pilih?” Prajurit menjawab, “Tentu yang masih dibungkus rapi! Mana mungkin saya harus mengambil dan memakan yang sudah tidak terbungkus? Jijiklah, sudah tidak steril!” Pria muslim menjawab, “Nah seperti itulah muslimah. Kamu tau, muslimah itu wanita pilihan, makanya mereka harus dijaga dengan dibungkus (kerudung dan pakaian menutup aurat) agar mereka tetap steril dan bersih, bahkan dalam keadaan dekat dengan tempat kotor sekalipun. Sehingga kelak mereka akan diambil atau dipinang oleh yang berhak dalam keadaan bersih, steril, tanpa bekas apapun dan siapapun.” Seorang prajurit tersebut akhirnya terdiam dan menyadari betapa indahnya ajaran Islam. Betapa hebatnya Islam dalam memperlakukan wanita, sehingga mereka diperlakukan layaknya seorang ratu. Mereka adalah orang-orang yang dijaga dan dilindungi agar tetap dalam kecantikannya, tanpa pernah “terjajah” oleh orang yang tidak berhak. Mereka benar-benar “dihargai” dengan sangat mahal, sehingga seseorang yang hendak meminangnya harus benar-benar serius dan rela berkorban untuknya. Seorang wanita sempurna seperti setangkai mawar berduri. Dan kesempurnaan mawar adalah pada durinya. Semua kisah, puisi, syair dari klasik hingga post modern memberi tajuk “mawar berduri” untuk gambaran kesempurnaan bunga. Namun terkadang orang menganggap duri pada mawar menganggu, merusak bahkan mengurangi keindahan kelopak mawar. Padahal justru dengan duri itulah setangkai mawar jadi sempurna, terjaga, terlindungi, dan tidak dipetik oleh sembarang orang. Kita pun perlu mengubah mindset kita dalam memandang mawar berduri. Seringkali kita mengeluh bahwa mawar rusak indahnya karena duri, kita tidak mensyukuri sebaliknya, bahwa subhanallah duri itu memiliki bunga mawar nan indah mempesona. Mawar adalah wanita, sedangkan duri pada mawar adalah aturan yang melekat dari Allah . bagi seorang wanita. Banyak orang mengatakan aturan yang Allah buat untuk wanita, mengekang dari kebebasan, membuat sulit mendapatkan jodoh hingga sulit mendapatkan pekerjaan. Padahal seperti duri pada mawar, justru aturan itu yang melindungi, menjaga keindahan wanita dan membuat seorang wanita mulia dan berwibawa, layaknya seorang ratu yang berkedudukan tinggi. Seperti duri yang jadi penyempurna mawar. Maka aturan Allah yang menjadi penyempurna wanita. Dan jika mawar berduri adalah mawar sempurna. Pastinya, wanita dengan aturan yang melekat dari Rabb-nya pula wanita yang sempurna. Seorang wanita sempurna seperti mawar berduri di tepi jurang. Bukan mawar di tengah taman. Jika mawar ada di tengah taman, mungkin tidak semua orang bisa memetiknya, tapi semua orang akan dengan mudah memandanginya dan menikmati keindahannya. Selain itu, tidak menutup kemungkinan orang biasa hingga orang kurang ajar yang nekat bisa memetik bunga tersebut dengan mudah walaupun ada tulisan “Dilarang Memetik Bunga”. Walau ada larangannya orang tetap berani memetik toh di bawah tulisan larangan itu hanya tertulis ancaman “Denda sekian puluh rupiah atau kurungan sekian waktu”. Tapi jika ada di tepi jurang tentu tak semua tangan berani menyentuhnya. Jikalau ada yang hendak memetiknya, pastinya ia adalah orang yang benar-benar menginginkannya dan rela berkorban hanya untuk mendapatkannya. Ia adalah seorang laki-laki sejati. Ia tahu betapa berharganya wanita, betapa berharganya mawar berduri di tepi jurang tersebut, hingga walaupun sulit dan membutuhkan perjuangan yang melelahkan, ia akan tetap memperjuangkannya, dan tentu karena begitu menginginkannya, dan tahu betapa berharganya ia, serta betapa perjuangan berat yang harus ia tempuh hanya untuk mendapatkannya, maka pria itu akan benar-benar menjaganya dan memperlakukannya dengan sebaik-baiknya. Meskipun ia tidak diperlakukan layaknya seorang raja, ia akan tetap memperlakukan wanita itu layaknya seorang ratu. Maka wahai para wanita, jadilah seperti bunga mawar yang tumbuhlah di tepi jurang. Hingga tak sembarang tangan lelaki bisa mencolekmu, menjamahmu. Hingga jikapun suatu saat ada seorang lelaki memetikmu. Pastilah lelaki yang paling berani berkorban untukmu. Bukan sembarang tangan, bukan sembarang orang, bukan sembarang lelaki. Karena wanita bukanlah barang murah yang boleh disentuh seenaknya, apalagi barang murahan yang habis manis sepah dibuang, kalau sudah bosen diputusin dan ganti yang lain. Wanita bukan barang hiasan yang bisa dipetik dengan ancaman kecil. Dan setelahnya tak ada yang lebih indah dari mawar berduri di tepi jurang, bagi seorang lelaki berani. Seorang wanita dengan aturan dan keterasinganlah yang menarik minat lelaki peradaban. Tapi bagi lelaki pecundang, tentu mengambil mawar tak berduri di tengah taman lebih diinginkan, “Lebih sedikit resiko,” begitu kata mereka yang kalah. Lalu terserah Anda para wanita, Apakah Anda berharap tangan pemberani atau hanya tangan para pecundang yang menyentuh Anda. Tidak tertarikkah Anda bahwa lelaki yang pertama kali menyentuh hatimu, dan menyentuh kulitmu, adalah sang imam kamu sendiri? Sungguh, Anda terlalu berharga.. Sumur Abar, 17/3/2014

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More