Sumur Abar - Mustahil para penggemar sepak bola
saat ini apabila tidak mengenal nama Lionel Messi. Seorang pemain bertinggi 169
cm dan berjuluk si kutu ini adalah fenomena dalam sepak bola modern. Ia adalah
pemain terbaik dunia saat ini, terbukti dengan kedigdayaan Barcelona serta
perolehan penghargaan pribadinya yaitu hingga saat ini telah menyabet empat
trofi Ballon D’or, yang seolah menegaskan statusnya sebagai pemain terbaik
dunia sekolong jagad.
Namun tahukah Anda bahwa ia dulunya adalah sesosok anak kecil
yang ringkih dan terbelakang fisik sehingga pernah ditolak oleh tim sepak bola
di negaranya, Argentina? Messi lahir dan besar di Rosario, 300 kilometer
sebelah barat laut dari Buenos Aires. Ia lahir dengan kelainan hormon yang
membuat tubuhnya tak bisa tumbuh seperti anak-anak seusianya. Kondisi fisik itu
membuatnya terbuang dari sepak bola.
Menurut The Mirror, pada hari pertama
sekolah dasarnya, Messi dilarang ikut bermain sepak bola oleh pelatih karena
badannya terlalu kecil. “Pada masa kecilku, aku mengalami masa-masa sulit
karena masalah hormon,” kata Messi, yang oleh kakaknya, Rodrigo, dijuluki
“kutu”. Masalah hormon inilah yang mengakibatkan tingkat pertumbuhan Messi
sangat tidak normal karena sangat terlambat, sehingga terlihat ukuran fisik
Messi lebih kecil daripada teman-teman sebayanya.
Pada 1995, dalam usia delapan
tahun, Messi diminati River Plate. Namun, River Plate tak jadi merekrut Messi
karena keberatan membayar biaya pengobatan bulanan Messi yang mencapai 500
poundsterling atau sekitar Rp 7 juta. Messi tampak semakin mustahil menjelajahi
lebih luas dunia sepak bola, ketika tim medis klub itu mengatakan kepada
keluarganya bahwa Messi hanya bisa tumbuh setinggi tak lebih dari 140
sentimeter.
Karena kondisi ekonomi, ayah dan ibu Messi menyerah. Jangankan
membiayai perawatan Messi, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Messi dan tiga
saudaranya saja, Jorge dan Celia, mereka kesulitan. Keadaan Messi dan
keluarganya tak tampak akan membaik. Sampai saat Messi berusia 12 tahun, sanak
keluarganya yang tinggal di Catalonia mendaftarkan Messi untuk mengikuti uji
coba di Barcelona. Direktur Barcelona saat itu, Carlos Rexach, terbang
melintasi benua dan tidak menyesal. “Saya memanggilnya dan, sebagai ungkapan
simbolis (ikatan kontrak), saya memintanya membubuhkan tanda tangan di atas
sebuah kertas,” kenang Rexach. Setelah Barcelona setuju menjamin semua biaya
perawatannya, Messi berangkat ke Spanyol dengan ayahnya dan masuk tim U-14
Barcelona pada tahun 2000.
Pada pertandingan pertamanya, Messi mencetak lima
gol. Sekarang, Messi sudah setinggi sekitar 169 sentimeter dan telah mengoleksi
beberapa gelar La Liga, tiga trofi Liga Champions, medali emas olimpiade, dan
menurut Forbes memiliki kekayaan senilai 20 juta poundsterling atau sekitar Rp
282 miliar. Namun, menurutnya, ia akan tetap hidup seperti biasa, menikmati
sarapan berupa danish pastry dan segelas kopi, misalnya. “Aku suka hidup
sederhana. Aku manusia pada umumnya. Aku mengendarai mobil yang disediakan
klub,” kata Messi, yang kini memiliki yayasan amal untuk kesehatan dan
pendidikan anak-anak bernama “The Leo Messi Foundation”.
“Aku tidak membaca
buku. Hal istimewa bagiku adalah mencetak gol. Aku suka merayakannya bersama
teman-teman dan rekan tim. Aku menyukai kegiatan amalku dengan yayasan yang membantu
anak-anak di seluruh dunia.” Di halaman biografinya di jejaring sosial
Facebook, ia mengatakan, “Berapa pun jumlah gelar, trofi, dan penghargaan, aku
akan selalu menjadi anak-anak yang tumbuh di Rosario, Santa Fe, Argentina.”
“Aku belajar berjalan di sana sehingga bisa mengejar impianku. Pernah ada yang
mengatakan kepadaku, aku tak akan pernah menjadi pesepak bola.” “Menjadi lebih
kecil dari yang lain membuatku berusaha menjadi lebih cepat. Pencemooh,
pengkritik, dan penentang membuatku lebih memiliki tekad dari sebelumnya.
Dengan dukungan keluarga, aku pindah ke Spanyol dengan kesempatan bermain untuk
Barca. Ini adalah kesempatan menjadi pemain yang selalu kuimpikan dan bisa aku
alami,” tuturnya.
Kini Messi membuktikan bahwa kekurangan dalam hidup bukanlah
penghalang untuk sukses. Justru kelainan hormon yang pernah diderita berhasil
mengantarkannya menjadi pesepak bola terbaik sejagad dan sepanjang masa dengan
perolehan empat kali gelar Ballon D’or hingga di tahun 2014 ini. Prestasi yang
belum dan nyaris sulit untuk dapat disamai oleh pemain-pemain lainnya. Bahkan
bisa jadi perolehan gelar pemain terbaik dunia itu akan terus bertambah
mengingat usianya yang masih muda.
Semua gelar telah dirasakan oleh Lionel
Messi, tinggal gelar World Cup bagi Argentina lah yang belum didapatkan Messi
untuk melengkapi statusnya sebagai pemain terbaik sekolong jagad. Messi
mengajarkan kepada khalayak bahwa kekurangan bisa menjadi kelebihan, bahkan
bisa mengantarkan seseorang ke puncak panggung dunia.
Sumur Abar, 13/06/2012