This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 07 Mei 2013

GRATIS BUKAN BAHASA PENDIDIKAN



Sumur Abar - Mutu pendidikan yang berkualitas disinyalir menjadi kunci dari permasalahan bangsa Indonesia terhadap lemahnya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Praktis, Indonesia masih berkutat pada status “negara berkembang” dan tak mampu beranjak merangkak naik untuk mengelola kekayaan alamnya sendiri. Mengenai kualitas pendidikan ini, terdapat berbagai permasalahan yang melingkupinya, mulai dari pendidikan yang rumit, kualitas siswa yang rendah, mutu pendidik yang kurang, biaya pendidikan mahal hingga kebijakan UU pendidikan yang kacau.

Akhirnya, gerakan pendidikan gratis menjadi brandsmark yang didengung-dengungkan akan menjadi solusi atas permasalahan pendidikan di Indonesia. Target wajib belajar selama sembialn tahun yang dicanangkan pemerintah pun disinyalir akan lebih mudah tercapai. Kondisi ini akhirnya memicu munculnya kebijakan pemekaran anggaran bagi pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD. Kebijakan ini akhirnya memunculkan berbagai program pendidikan gratis yang ditargetkan kepada sekolah-sekolah, terutama sekolah non-favorit, untuk dapat menyelenggarakan pendidikan gratis tanpa memungut biaya apapun dari wali siswa.

Harus diakui memang, sepintas kebijakan ini cukup baik untuk mampu menjawab permasalahan-permasalahan pendidikan semisal akan berkurangnya beban wali siswa untuk pembiayaan pendidikan serta tidak akan ada lagi siswa yang harus kena skors gara-gara nunggak bayar SPP.
Namun apabila dicermati lebih dalam, program murni pendidikan gratis justru rentan menambah permasalahan, target mulai yang diusung menyimpan bara dalam sekam. Justru, dengan program pendidikan gratis akan mematikan esensi dari cita-cita luhur pendidikan yaitu menciptakan pelajar yang mandiri, kreatif dan produktif.

Sesungguhnya, kualitas pendidikan menjadi bermutu karena ditopang oleh peserta didik yang memiliki kesungguhan dalam belajar. Karakter yang kuat dan mentalitas yang tangguh merupakan bagian dari target pendidikan selain mencetak keunggulan intelektualitas dan keanggunan moralitas. Masalah biaya justru akan memacu sebagai tantangan dalam belajar para peserta didik. Memberikan pendidikan gratis secara cuma-cuma justru hanya akan mencetak generasi muda yang instan, hanya suka jalan pintas dan mental gratisan. Pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan gratis mampu melemahkan semangat belajar dan rasa tanggungjawab untuk bekerja keras terhadap pendidikannya.

Selain itu, permasalahan tentu ada pada diri orangtua yang akan mulai kehilangan rasa tanggungjawab terhadap beban belajar anaknya. Praktis, nilai kepuasan dan tanggungjawab serta rasa memiliki akan luntur. Kemudian kebijakan pendidikan gratis akan turut memberikan sekat dan memisahkan komunikasi antara sekolah dan pihak orangtua siswa.

Maka, seharusnya pendidikan gratis yang dicanangkan oleh pemerintah harus dilakukan dengan syarat, dan bukan cuma-cuma. Ini agar mencetak generasi yang pekerja keras, kreatif, bertanggungjawan, dan bermental baja untuk bersaing dalam dunia yang lebih luas.

Artinya, program pendidikan gratis bisa dialihkan sebagai dalam bentuk pemberian beasiswa yang lebih banyak dan aktif, seperti beasiswa bagi pelajar berprestasi di berbagai bidang untuk memompa berbagai bakat dan minat yang dimiliki pelajar. Bantuan pemerintah tidak seharusnya untuk menutupi semua kebutuhan secara menyeluruh, namun tetap sisakan ruang bagi orangtua siswa untuk memenuhi kewajiban dan tanggungjawabnya sebagai wali siswa. Sehingga dengan kebijakan ini justru berbagai target yang dicanangkan akan secara massif terwujud seperti penyelenggaraan pendidikan gratis bagi siswa berprestasi di berbagai bidang, menciptakan pelajar kreatif dan bekerja keras serta berdaya saing, dan terwujudnya pendidikan yang berkualitas tanpa membebani orangtua siswa.

Sumur Abar, 7/5/2013

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More