This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 29 Maret 2012

Pendidikan Antikorupsi Mahasiswa Berbasis Moralitas



Sumur Abar - Seorang mahasiswa bukan hanya menjadi penonton, tetapi juga ikut ke dalam gelanggang permainan, dan melakukan gerakan yang tanpa tendensi apapun dan bukan pula gerakan yang hanya sarat dengan pesanan penguasa.

Hukum sesungguhnya terbentuk dan berkembang sebagai produk sosial yang sekaligus mempengaruhi dan menekan sebagai suatu kebijakan sehingga hukum mencerminkan dinamika proses interaksi sosial-masyarakat yang berlangsung secara kontinyu. Hukum tidak dapat dipisahkan dari sosio-kultur, sejarah serta waktu di mana kita sedang berada, law is not separate from the culture, history and time in which it exists. Dalam setiap perkembangan sejarah dan sosial harus diimbangi dengan perkembangan hukum yang menyertainya.

Sehingga hukum seharusnya menjadi jembatan atau instrumen dalam mewujudkan apa yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan UUD ’45. Namun sayangnya dalam penegakan supremasi hukum di era reformasi ini terjadi kekeliruan dalam menafsirkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila serta tujuan subtantif yang dicita-citakan bangsa Indonesia.

Maka dimasa mendatang harus ada perubahan suasana hukum dari sistem hukum yang sedang berjalan kepada sistem hukum yang diinginkan, dan berorientasi kepada pandangan hidup, wawasan politik hukum dan kepentingan nasional, sebagai bangsa yang sedang membangun berdasarkan suatu konsep strategi pengelolaan nasional, dan memperhitungkan dimensi-dimensi nasional, regional, dan global. Dengan demikan perlu dilakukan reformasi hukum terhadap kekeliruan interpretasi dan kembali kepada konseptual sejumlah Nilai Dasar yang tercantum dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh, Penjelasan UUD 1945 dan ketetapan MPR.

Namun di dalam pemerintahan Indonesia kini, rekayasa permainan dan manipulasi politik dilakukan hanya untuk memenuhi hasrat pribadi, hukum tak lagi menjadi kekuatan yang menakutkan. Karakter yang ditunjukkan oleh para aparatur pemerintahan ini menunjukkan ada yang salah dalam kepribadian mereka yang telah mengalami krisis moral. Arus pergeseran sekularisme dan globalisasi telah memisahkan agama dari pemerintahan sehingga mengakibatkan sosok non-religius yang ambisius. Tak pelak, intesitas korupsi di Indonesia semakin meningkat, karena memang sistem politik pemerintahan yang dijalankan merupakan sistem korup.

Sehingga ditengah kepemimpinan gaya sekuler itu, perlu ada perubahan signifikan dalam merehabilitasi kader dan generasi bangsa ke depan agar tidak terperosok ke dalam jurang semakin dalam, yaitu pertama mempersiapkan generasi yang memenuhi kriteria akseptabilitas, kapabilitas, dan integritas.

Ketiga sifat itu merupakan satu kesatuan tak terpisahkan, karena misalnya tanpa akseptabilitas, seorang pemimpin akan rentan dipertanyakan keabsahannya karena tidak memiliki legitimasi yang kuat. Sebaliknya, tanpa kapabilitas, tentu tidak akan mampu memimpin peradaban karena lemah dalam kompetensi dan kualitas. Begitu pula apabila tanpa integritas, pemimpin akan mudah terombang-ambing dalam arus pergeseran moral dan karakter politik.

Kedua, mempersiapkan integrasi dua kekuatan antara kekuatan sekuler dan kekuatan religius merupakan representasi ideal dalam membawa bangsa ke arah yang lebih baik.

Setidaknya ada beberapa tekanan yang menyeret pergeseran moralitas para politisi.
Pertama, beban intelektual. Indonesia memang negara partai, kepemimpinan pun tidak dipilih berdasarkan kapabilitas dan profesionalisme akan tetapi berdasarkan kekuasaan. Sehingga politisi terjebak pada kelatahan kemampuan dalam yang bukan bidang yang mengakibatkan merebaknya ketidakjujuran.

Kedua, kenyataan bahwa politisi yang seharusnya menjadi wakil rakyak merupakan wakil partai. Sehingga sehingga sikap solider dan pernyataan sikap harus merupakan penjelmaan dari kepentingan partai meski harus berbeda dari pendapat pribadi. Ketiga, merosotnya etika kritis dikalangan politisi.

Sehingga generasi mahasiswa sebagai nafas generasi bangsa, seharusnya mereka dididik pendidikan antikorupsi berbasis religiusitas sehingga mampu memegang prinsip moralitas dari bisikan sekularis dan gaya hidup hedonis, maka berbagai kebijakan dan transaksi politik murni merupakan pengejewantahan tugas kepemimpinan dan rasa tanggungjawab. Pendidikan antikorupsi berbasis moralitas dan representasi religiusitas akan mampu melipat ideologi kapitaslis-sekularis penyebab merosotnya moralitas aparatur negara.

Sumue Abar, 29/3/2012

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More